27 Februari 2017

BELAJAR DEMOKRASI DARI SALAH SATU FOUNDING FATHER OF INDONESIA

BELAJAR DEMOKRASI DARI SALAH SATU FOUNDING FATHER OF INDONESIA


Sangat menarik sekali  pidato ilmiah salah satu Founding Father of Indonesia, DR. MOHAMMAD HATTA, yang berjudul SESUDAH 25 TAHUN.  Pidato ini disampaikan pada acara Dies Natalis Ke Sembilan Universistas Syah Kuala, Banda Aceh tanggal 2 September 1970. Banyak hal yang disampaikan oleh Beliau terkait pelaksanaan pembangunan yang telah dilaksanakan hingga saat tersebut bila dibandingkan dengan cita-cita kemerdekaan Bangsa Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Salah satu hal yang disoroti Beliau yaitu permasalahan Bangsa Indonesia yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat dan Adil dan Makmur. "Apakah yang dimaksud dengan Indonesia yang Adil ?????". Dengan gamblang sekali dijelaskan pada Pidato tersebut bahwa Indonesia yang Adil tersebut yaitu bahwa seluruh Rakyat Indoensia harus merasakan diperlakukan secara adil dari segala segi penghidupannya dengan tiada dibeda-bedakan sebagai warga negara. Beliau telah mengingatkan kita semua bahwa  hal akan tercapai apabila Pemerintahan Negara dari Pusat sampai daerah harus berdasarkan KEDAULATAN RAKYAT. 



Beliau juga telah mengingatkan dalam UUD 1945, pasal 1 ayat (2) sebagai dasar negara,  telah diamanahkan bahwa KEDAULATAN ADALAH DITANGAN RAKYAT dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawatan Rakyat. Inilah nilai dari Sila ke 4 Pancasila. Bahwa Kerakyatan itu harus dipimpin secara hikmah kebijaksanaan, DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN. Musyawarah haruslah lebih utama dari sistem votting yang selama ini sering kita lakukan. Musyawarah adalah salah satu nilai kearifan lokal kita yang ada dari Sabang sampai Merauke. Bahwa disetiap pengambilan keputusan selalu dilakukan musyawarah untuk mufakat. Namun sayangnya saat ini kesannya kita lebih sering memilih votting daripada musyawarah, baik yang langsung maupun melalui musyawarah perwakilan. Banyak sekali pertanyaan yang muncul dan sangat menggelitik ketika diputuskan Pemilihan Kepala Daerah dilakukan berdasarkan pemilihan  langsung. Apakah ini sama dengan votting ?????. Mengapa tidak dilakukan musyawarah saja melalui perwakilan rakyat ??????. Inikah model demokrasi yang kita gunakan ????? Dimanakah letak demokrasi kerakyatan yang sering disebut-sebut tersebut???????. Padahal sangat jelas sekali DASAR NEGARA KITA MENGAMANAHKAN HARUS MELALUI PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN.





Dari semula, KERAKYATAN sebagai dasar demokrasi  telah menjadi cita-cita  Pergerakan Kemerdekaan Indonesia yang kemudian dimasukkan ke dalam UUD 1945 sebagai dasar negara yang menurut DR. Mohammad Hatta, hal ini sebagai kemenangan atas kolonialisme dan feodalisme. Pada pidatonya tersebut telah dijelaskan oleh Beliau bagaimana seharusnya praktek demokrasi yang kita jalankan. Untuk lebih jelasnya, berikut disampaikan cuplikan pidato DR.Mohammad Hatta tersebut. Cuplikan ini masih dalam bentuk ejaan lama. Rasanya apa yang disampaikan oleh Beliau masih kita alami hingga saat ini.


"Dari semulanja dasar demokrasi, kerakjatan, mendjadi tjita-tjita pergerakan kemerdekaan. Dan masuknja kedalam Undang-Undang Dasar sebagai sendi Indonesia Merdeka dipandang oleh segala golongan sebagai pelaksanaan isi hatinja, sebagai kemenangan atas kolonialisme dan feodalisme. Sebagai dasar negara Republik Indonesia demokrasi diterima sebulat-bulatnja. Masalahnja terletak pada tjara melaksanakannja dalam praktik hidup. Sering dilupakan, bahwa demokrasi jang berarti kedaulatan rakjat tidak djalan apabila tidak didukung oleh rasa tangggung djawab rakjat dan sifat toleransi.


Banjak sedikitnja demokrasi merupakan kompromis antara rakjat golongan terbesar dan rakjat golongan terketjil. Ada hak rakjat dan ada kewadjiban rakjat, sebagai akibat daripada haknja itu. Dalam praktik kebanjakan hanja hak rakjat jang ditondjolkan. Bahwa rakjat bertanggung djawab atas perbuatannja terhadap perkembangan negara dan masjarakat sering dilupakan. Pendidikan kepada rakjat tentang tanggung djawab dan toleransi jang melekat pada demokrasi diabaikan sadja. Djuga partai-partai melupakan struktur demokrasi didalam partai, sehingga keputusan-keputusan politik jang diambil oleh partai merupakan putusan oligarki, putusan pimpinan sadja. Anggota partai jang banjak serta rakjat jang berdiri dibelakangnja hanja dipandang sebagai pengangkut suara dalam pemilihan umum untuk Dewan Perwakilan Rakjat dipusat dan didaerah.



Didikan kepada partai dan rakjat jang akan menjokongnja tentang apa sebenarnja demokrasi dan apa gunanja untuk keselamatan negara kurang sekali dikemukakan dimasa jang lampau. Titik berat dalam usaha dan propaganda ditudjukan untuk kepentingan partai dan dilupakan bahwa partai adanja untuk keselamatan negara, jang bertugas untuk membangun masjarakat seluruhnja. Dalam perdjuangan mentjari pengaruh sering kali dilakukan tindakan bahwa negara adalah untuk partai, bukan partai untuk negara. Sebab itu pertentangan antara partai dan partai berlaku dengan hebatnja, sehingga orang hipa bahwa negara kita berdasarkan Pantjasila."

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.


Pangkalpinang, Senin, 27 Pebruari 2017 

INDRAWADI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar