07 Mei 2015

AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK PADA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG



AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK
PADA DINAS PENDIDIKAN
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Oleh : INDRAWADI, S.Si, MAP

A.    PENDAHULUAN
Tata kepemerintahan yang baik atau yang sering di istilahkan dengan Good Governance merupakan sesuatu hal yang menjadi idam-idaman masyarakat Indonesia. Sebagian besar dari mereka membayangkan dengan tata kepemerintahan yang baik mereka akan dapat memiliki pelayanan publik yang baik, angka korupsi semakin rendah dan pemerintah semakin perduli dengan kepentingan rakyatnya (Agus Dwiyanto : 2006).

Keinginan mewujudkan good governance tersebut dalam sistem pemerintahan telah lama dinyatakan oleh Para pejabat di tingkat pusat (nasional), provinsi dan kabupaten/Kota. Pertanyaannya adalah bagaimana mewujudkan good governance tersebut dalam pemerintahan kita. Strategi apa yang cocok dan sebaiknya dilakukan untuk mewujudkan good governance tersebut?.

Konsep good governance sendiri memiliki arti yang luas dan sering dipahami secara berbeda-beda. Salah satu hal yang sering dikaitkan dengan konsep good governance seperti yang diungkapkan oleh Agus Dwiyanto (2006) yaitu praktek kepemerintahan yang bersih dan bebas KKN serta berorientasi pada kepentingan publik melalui transparansi, penegakan hukum dan akuntabilitas publik.

Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Tim Asistensi Pelaporan AKIP Lembaga Administrasi Negara (LAN) mengungkapkan bahwa diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggungjawab serta bebas dari KKN .

Dalam dunia birokrasi, akuntabilitas suatu instansi pemerintah merupakan perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk mempertanggungjwabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi yang bersangkutan. Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu instansi pemerintah yang memberikan pelayanan bidang pendidikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tentu saja harus  akuntabel sebagaimana disebutkan diatas. Untuk melihat bentuk akuntabilitas yang dilaksanakan di lembaga ini, ada baiknya kita lihat sepintas mengenai Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.



B.     KAJIAN TEORITIS AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK
Tim Asistensi Pelaporan AKIP LAN-BPKP mengungkapkan bahwa konsep dasar akuntabilitas didasarkan pada klasifikasi responsibilitas manajerial pada tiap tingkatan dalam organisasi yang bertujuan untuk pelaksanaan kegiatan pada tiap bagian. Masing-masing individu pada tiap jajaran aparatur bertanggungjawab atas setiap kegiatan yang dilaksanakan pada bagiannya. Konsep inilah yang membedakan adanya kegiatan-kegiatan yang terkendali (controllable activities) dan kegiatan-kegiatan yang tidak terkendali (uncontrollable activities).
     
      Lebih lanjut tim tersebut mendefinisikan bahwa akuntabilitas merupakan suatu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanakan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik.

      Dalam kamus Oxford Advanced Learner’s menjelaskan bahwa accountability adalah keperluan atau harapan untuk memberikan penjelasan mengenai suatu kegiatan. Sirajuddin H Saleh dan Aslam Iqbal (1995) menjelaskan bahwa dalam konteks yang luas, akuntabilitas merupakan kewajiban menurut peraturan yang berlaku untuk menyediakan secara benar laporan yang mereka temukan pada level yang lebih tinggi dalam suatu negara, segala informasi yang memungkinkan tentang administrasi keuangan pada pengamat netral atau bebas. Hal serupa juga dijelaskan oleh Tim Asistensi Pelaporan AKIP LAN-BPKP bahwa dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporakan segala tindak-tanduk dan kegiatan terutama dibidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi.

      J.B. Ghartey yang dikutip Sirajuddin H Saleh dan Aslam Iqbal (1995) di sisi lain menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan penyediaan jawaban untuk pertanyaan yang berhubungan dengan pelayanan “what, why, who, whom, which dan how”. Serupa dengan hal tersebut, akuntabilitas juga diartikan sebagai instrumen kontrol yang baik yang dapat mengamati secara luas bahwa pelayan publik (public servants) memahami dan mengetahui tanggungjawab atas tugas mereka  untuk hasil sesuai dengan yang diharapkan, dan memiliki otoritas yang setara dengan pertanggungjawaban mereka.

      Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas merupakan suatu instrumen kontrol atau bentuk pertanggungjawaban dari pelayan publik (public servants) atas apa yang telah mereka kerjakan terkait dengan tugas-tugasnya dalam memberikan pelayanan pada publik, baik berupa keberhasilan atau kegagalan dalam pelaksanaan kegiatan.

      Joseph G Jabbra dan OP. Dwivedi (1989) menjelaskan bahwa akuntabilitas terdiri dari Administratie/Organizational Accountability, Legal Accountability, Political Accountability, Profesional Accountability dan Moral Accountability. Pada Administratie/Organizational merupakan hubungan hierarki dari tanggungjawab pusat dan unit seperti bagaimana perintah dilaksanakan. Legal Accountability berhubungan dengan tindakan dalam public domain dari proses legislatif dan yudisial yang diterapkan. Political Accountability merupakan legitimasi dari program publik dari kekuatan otoritas politik seperti peraturan, penyusunan prioritas, redistribusi sumber daya dan untuk memastikan pemenuhan pekerjaan. Profesional Accountability merupakan bentuk pertanggungjawaban profesi dari pelayan publik seperti dokter, insinyur, pengacara dan lain-lain, terhadap pelayanan yang mereka berikan kepada publik sesuai dengan norma-norma pada profesi masing-masing. Moral Accountability bentuk pertanggungjawaban pemerintah secara luas menurut hukum dan secara moral atas segala tindakan mereka.

      Sirajuddin H Saleh dan Aslam Iqbal (1995) menjelaskan bahwa di samping banyaknya keberadaan pengaturan kelembagaan untuk pelaksanaan akuntabilitas, ada hal umum, terutama pada negara berkembang, seperti korupsi, maladministrasi dan ketidakteraturan yang merajalela dan berbagai pemeriksanaan sudah digagalkan untuk menghentikannya atau sedikitnya mengendalikan hal tersebut agar tidak meluas. Beberapa hambatan terciptanya akuntabilitas antara lain sebagai berikut :
  1. Persentase melek huruf yang rendah.
  2. Standar kehidupan yang rendah
  3. Kemiskinan dan tidak adanya motivasi
  4. Kemunduran nilai-nilai moral
  5. Kebijakan dalam bertoleransi
  6. Faktor Budaya
  7. Monopoli pemerintah
  8. Defisiensi sistem  anggaran
  9. Tidak adanya kekuatan untuk pelaksanaan akuntabilitas
  10. Kerahasiaan birokrasi
  11. Konflik dalam perspektif dan hubungan antar lembaga
  12. Kualitas pegawai
  13. Ketertinggalan teknologi dan sistem pengawasan yang kurang.
  14. Warisan Kolonial
  15. Ketidakpastian hukum dalam akuntabilitas
  16. Krisis lingkungan

      Ada tiga hal penting terkait dengan akuntabilitas seperti yang diutarakan oleh Sirajuddin H Saleh dan Aslam Iqbal (1995), yaitu :
  1. Performance Appraisal
  2. Reporting
  3. Accounting, Budgeting dan Auditing.

Plumptre T yang dikutip oleh Sirajuddin H Saleh mengidentifikasi beberapa panduan untuk memperoleh akuntabilitas, yaitu Exemplary Leadership (contoh kepemimpinan), Public Debate (debat publik), Coordination (koordinasi), Autonomy (otonomi), Explicitness and Clarity (kejelasan dan ketegasan), Legitimacy and acceptance (legitimasi dan penerimaan), Negotiation (negosiasi), Educational campaign and Publicity (peningkatan pendidikan dan publisitas), Feedback and evaluation (umpan balik dan evaluasi), dan Adaptation and recycling (adaptasi dan perputaran).
     
C.    AKUNTABILITAS PADA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
     
Berdasarkan undang-undang otonomi daerah, pendidikan merupakan salah satu urusan yang di otonomikan kepada pemerintah daerah dengan rincian dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bahwa pendidikan Dasar dan Menengah (SD, SMP, SMA dan SMK) pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, sedangkan Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau pendidikan layanan khusus pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan untuk Perguruan Tinggi Pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional.

Pola penentuan arah kebijakan dilakukan dengan model Bottom Up dan Top Down, serta partisipatif, dimana Pemerintah Pusat menentukan arah kebijakan pendidikan nasional berdasarkan masukan dari Pemerintah Provinsi. Arah Kebijakah Pendidikan Nasional ini kemudian dijabarkan oleh Pemerintah Provinsi menjadi arah kebijakan pendidikan provinsi dengan memperhatikan masukan dari Pemerintah Kabupaten dan Kota dan arah kebijakan pendidikan provinsi ini menjadi dasar bagi Kabupaten dan Kota untuk menentukan kebijakan pendidikan di Kabupaten masing-masing dengan memperhatikan masukan dari sekolah sebagai ujung tombak pelaksana kebijakan tersebut. Dalam setiap tingkatan level pengelola pendidikan terjalin suatu koordinasi seperti yang digambarkan dalam gambar 3.

Sistem penentuan arah kebijakan pendidikan ini berimplementasi pada sistem perencanaan dan penganggaran suatu kegiatan. Pada Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdapat dua sumber anggaran kegiatan, yaitu Anggaran Dekonsentrasi dari dana APBN dan Anggaran yang berasal dari APBD Provinsi. Penggunaan dua sumber anggaran ini dapat terjadi tumpang tindih. Untuk itulah diperlukan suatu bentuk perencanaan yang matang sehingga tidak terjadi tumpang tindih anggaran.








 
Gambar 3. Garis Koordinasi Kebijakan Pendidikan Nasional





Bentuk akuntabilitas pada dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat dilihat mekanisme administratif, keuangan, legal,  dan ekstra administratif sebagai berikut :

1.      Mekanisme administratif.
Pada mekanisme administratif, Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selalu membuat laporan hasil pelaksanaan kegiatan kepada Gubernur Kepulauan Bangka Belitung sebagai Kepala Daerah. Namun untuk kegiatan yang berasal dari dana dekonsentrasi seringkali Gubernur tidak mengetahui penggunaan dana tersebut karena sistem pelaporannya langsung kepada Pengelola Kegiatan Pusat di Kemendikbud. Begitu juga bentuk pelaporan-pelaporan dari sekolah penerima bantuan baik yang berasal dari dana Dekonsentrasi maupun dana APBD Provinsi seringkali pelaporannya langsung kepada Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sehingga Pemerintah Kabupaten/Kota, dalam hal ini Dinas Pendidikannya mendapatkan pelaporan dari sekolah penerima bantuan. Padahal pemberian bantuan kepada sekolah tersebut selalu berdasarkan usulan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Pada saat ini telah dicoba usaha penertiban bentuk laporan-laporan pelaksanaan kegiatan terutama dari sekolah penerima bantuan yang berasal dari dana dekonsentrasi maupun APBD Provinsi bahwa setiap laporan yang dibuat harus diketahui oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Begitu juga untuk pelaporan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi selalu ditembuskan kepada Gubernur Kepulauan Bangka Belitung.

Salah satu hal yang sangat sering terjadi dalam pelaporan pelaksanaan kegiatan yaitu keterlambatan penyusunan laporan. Hal ini terjadi pada setiap jenjang dan tingkatan. Seringkali Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memberikan teguran kepada Sekolah penerima bantuan melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang terlambat untuk menyerahkan laporan pelaksanaan kegiatannya. Keterlambatan ini menyebabkan keterlambatan penyusunan laporan Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk Gubernur dan Kemendikbud juga menjadi terlambat.

Pada awalnya pengukuran kinerja Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung hanya berdasarkan pencapaian sasaran dari kegiatan yang bersumber dari dana APBD Provinsi saja. Sedangkan untuk pencapaian sasaran kegiatan dari dana dekonsentrasi tidak dimasukkan dalam kinerja Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan tidak termasuk dalam laporan pertanggungjawaban Gubernur. Namun sudah ada upaya untuk memperbaiki hal ini dengan mulai memasukkan pencapaian sasaran kegiatan yang menggunakan dana dekonsentrasi sebagai salah satu indikator kinerja dari Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

2.      Mekanisme Keuangan.
Ada  dua jenis mekanisme keuangan yang dilaksanakan di Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu melalui Kantor Pelayanan Keuangan Negara (KPKN) untuk dana dekonstrasi dan melalui DPPKAD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk dana yang berasal dari APBD Provinsi. Kedua mekanisme ini pada umumnya sama, hanya berbeda tempat pencairan dananya saja, yaitu dimulai dari penerbitan Surat Permintaan Pembayaran oleh Dinas hingga dikeluarkannya SP2D oleh KPKN maupun DPPKAD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Mengingat ada dua sumber dana pelaksanaan kegiatan, Dinas Pendidikan selalu menyusun perencanaan anggaran terpadu baik untuk dana dekonsentrasi maupun dana APBD Provinsi sehingga tidak terjadi tumpang tindih anggaran. Biasanya perencanaan kegiatan yang berasal dari dana dekonsentrasi direncana terlebih dahulu bersama-sama dengan pihak Kemendikbud, kemudian baru diikuti oleh perencanaan kegiatan yang berasal dari dana APBD Provinsi.

Penganggaran kegiatan dari dana dekonsentrasi tidak melibatkan unsur legislatif, dalam hal ini DPR Provinsi maupun Bappeda, tetapi langsung ditangani oleh Dinas Pendidikan Provinsi yang berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan pihak Kemendikbud.

Untuk perencanaan dan penganggaran kegiatan yang berasal dari dana APBD Provinsi melalui proses mulai dari usulan Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kepada Bappeda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang kemudian bersama-sama dengan kegiatan pada instansi lain diusulkan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Anggaran yang disetujui kemudian diusulkan dalam bentuk RAPBD Provinsi kepada DPRD melalui Panitia Anggaran dan dibahas bersama dan menghasilkan APBD Provinsi.

Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melalui Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah berusaha memenuhi kebutuhan masyarakatnya akan pendidikan.  Hal ini dapat terlihat dari peningkatan  anggaran pendidikan dari tahun ke tahun. Sistem pelaksanaan kegiatan terutama untuk peningkatan mutu sekolah dilaksanakan secara swakelola oleh SKPD terkait di Kabupaten/Kota, sekolah  dan masyarakat sendiri melalui komite sekolah. Untuk pelaksanaan kegiatan tertentu dilaksanakan dengan menggunakan penyedia barang/jasa. Dalam setiap kegiatan seperti rehabilitasi sekolah selalu melibatkan SKPD terkait di Kabupaten/Kota dan masyarakat dalam mulai dari perencanaan hingga kontrolnya. Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam hal ini hanya memfasilitasi pelaksanaan kegiatan dan membuat petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan tersebut.

Selain kontrol yang dilakukan oleh masyarakat, kontrol keuangan yang dilakukan pada Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk pengelolaan dana dekonsentrasi dilakukan secara terpisah dan dengan waktu yang berbeda dengan kontrol keuangan untuk pengelolaan dana APBD Provinsi. Untuk kontrol keuangan dana dekonsentrasi biaya dilakukan oleh auditor dari Inspektorat Jenderal Kemendikbud atau auditor dari BPKP. Sedangkan untuk kontrol keuangan dari dana APBD Provinsi biasanya dilakukan oleh auditor dari Inspektorat Daerah atau dari BPKP/BPK. Hal inilah yang menimbulkan terbukanya peluang penyelewangan dana dengan modus anggaran yang tumpang tindik karena audit keuangan dilaksanakan oleh dua lembaga yang berbeda dan pada waktu yang berbeda pula.

3.      Mekanisme Legislasi.
Peran DPR Provinsi dalam perencanaan hanya terlihat pada perencanaan dan penganggaran kegiatan yang berasal dari dana APBD Provinsi saja. Namun untuk kontrol pelaksanaan kegiatan DPR Provinsi mempunyai wewenang untuk mengontrol kegiatan yang berasal dari dana dekonsentrasi maupun dana APBD Provinsi.

Dalam perencanaan dan penganggaran kegiatan dari dana APBD Provinsi bahkan dapat dikatan peran DPR Provinsi  sangat kuat sekali. Bahkan tidak menutup kemungkinan munculnya suatu kegiatan yang sebenarnya tidak diusulkan oleh pemerintah daerah dalam APBD provinsi tersebut. Bahkan kegiatan tersebut seringkali hanya untuk kepentingan politik pribadi dari Anggoran DPR Provinsi.

4.      Mekanisme Ekstra Administratif
Untuk menciptakan transparansi dalam setiap penggunaan anggaran, Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memanfaatkan media cetak maupun media elektronik yang ada untuk menginformasikan jumlah anggaran dan bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan. Bahkan pencapaian sasaran kegiatan juga diinformasikan dalam media ini.

Media massa juga berperan memberikan kontrol pada pencapaian sasaran kegiatan. Bahkan telah disiapkan kolom khusus untuk pengaduan masyarakat atas kepuasan atau ketidakpuasan mereka terhadap kegiatan yang dilaksanakan di daerah sekitarnya.

Selain media massa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga turut berperan dalam pengawasan pelaksanaan kegiatan serta segala macam aktivitas Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Namun sangat disayangkan ada sebagian Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengambil keuntungan pribadi dengan menakut-nakuti dan mengintimidasi bahkan dengan ancaman terutama pihak sekolah tempat pelaksanaan kegiatan. Banyak pula Lembaga Swadaya Masyarakat yang akhirnya berperan sebagai makelar proyek yang semestinya harus dikerjakan secara swakelola oleh sekolah dan masyarakat akhirnya diserahkan kepada pemborong dengan imbalan untuk “pengamanan” proyek tersebut dari auditor atau pemeriksa.

5.      Etika dan Profesionalisme untuk Peningkatan Akuntabilitas
Permasalahan etika di antara pegawai berkisar antara hal yang kecil ke hal yang utama tidak  hanya merusak gambaran dari  pelayanan publik yang diberikan pada masyarakat. Etika di pelayanan publik menyiratkan suatu standard dan prinsip moral yang diperlukan oleh pegawai negeri dalam melakukan/menyelenggarakan tugaskan masing-masing.

Pada Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, masalah etika kerja pegawai sering menjadi penghambat untuk menciptakan suatu akuntabilitas. Seringnya pegawai yang datang terlambat serta tidak berada di tempat pada saat jam kerja menjadi persoalan utama disini. Hal ini tentu saja merupakan penghambat dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Untuk pegawai yang tidak berada ditempat pada saat jam kerja masih dapat dimaklumi karena sedikitnya pegawai pada Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pada saat tertentu banyak pegawai yang menghadiri undangan dari instansi terkait sehingga pada waktu yang bersamaan harus meninggalkan ruang kerjanya. Namun semestinya ada pendelegasian tugas yang jelas sehingga tugas-tugas dalam memberikan pelayanan pada publik tidak terganggu dengan ketidakhadiran pegawai dan terjadi efisiensi pelaksanaan tugas.

Selain itu masih ada pegawai yang menunda-nunda tugas yang diberikan padanya dengan alasan yang tidak jelas. Secara sistem, keterlambatan salah satu bagian berarti juga akan menghambat kerja bagian yang lain sehingga efisiensi yang diharapkan tidak terwujud dan pelayanan yang diberikan pada masyarakat tidak maksimal.

Efisiensi dan akuntabilitas pelayanan publik yang diberikan pada masyarakat tentu saja berhubungan dengan tingkat keprofesionalan pegawai. Profesionalisme menyiratkan keberadaan kualitas, nilai-nilai dan keterampilan berhubungan dengan capaian dari suatu pekerjaan spesifik. Pada Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, penempatan pegawai umumnya tidak memperhatikan latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja serta pelatihan yang diperoleh oleh pegawai tersebut sehingga penempatan pegawai tersebut seringkali tidak tepat. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi kualitas kerja si pegawai yang bersangkutan yang berimplikasi tertundanya tugas-tugas atau lambatnya penyelesaian tugas yang diberikan kepadanya.


 

DAFTAR PUSTAKA


Dwiyanto. Agus., 2006, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gajah Mada University : Yogyakarta.

Jabbra. Joseph G., dan Dwivedi.O.P., 1989, Public Service Accountability : A Comparative Perspective, Kumarian Press. Inc : Connecticut USA.

Newman, Janet., 2004, Constructing Accountability: Network Governance and Managerial Agency, Public Policy and Administration Journal Edisi 14 Tahun 2004, Sage Publication, On Behalf of Public Administration Committee.

Saleh. Sirajuddin H., and Aslam Iqbal., 1995, Accountability : The Endless Prophecy, Asian and Pacifik Development Centre : Kuala Lumpur.

Tim Asistensi Pelaporan AKIP, Akuntabilitas dan Good Governance, Modul 1, Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan : Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar